Rabu, 12 Juni 2013

MAKALAH KONSEP PENDIDIKAN MULTIKULTURAL


MAKALAH
KONSEP PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Pelengkap Mata Kuliah : Pendidikan Multikultural
Dosen : Aulina Farrabanie Al Arsy, M.Pd

Di Susun Oleh :
Fak/jur : Ilmu Hukum
NPM : (12040501OO34)


UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
2013


BAB I
PENDAHULUAN

1.1               Latar Belakang

Pendidikan adalah salah satu bidang yang sangat menentukan dalam kemajuan suatu Negara, Indonesia adalah Negara kesatuan yang terdiri dari berbagai macam suku, adat, agama, bahasa dan lain-lain, Kesatuan ini akan menjadi bentuk Negara ini secara plural melalui pendidikan perbedaan ini dapat di satukan agar tidak terjadi diskriminasi yang menyudutkan pada satu golongan sehingga pembangunan Indonesia terhambat.
Sistem pendidikan di Indonesia yang setiap tahun berganti mengikuti jalur politik pemenang membuat ketidak konsistenan suatu Negara di dalam memajukan dunia pendidikan. Indonesia adalah salah satu Negara multicultural terbesar di dunia, kenyataan ini dapat di lihat kondisi dari sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Wacana mengenai multikultural telah memasuki babak baru, indikasinya, diskusi mengenai multicultural tidak saja terjadi di lingkungan tradisi akademis, melainkan telah menjadi bagian dari wacana dan kebijakan publik. Diskursus mengenai multicultural telah menjadi materi pendidikan, pelatihan, malahan kursus singkat yang praktis.
Melihat fenomena tersebut pendidikan di Indonesia haruslah peka mengahadapi perputaran globalisasi, pengalaman pahit masa lalu tidak perlu terulang kembali, untuk itu perlu pendidikan multicultural sebagai jawaban atas beberapa problematika kemajemukan tersebut. Oleh sebab itu, penulis berusaha menjabarkan sedikit wawasan tentang konsep pendidikan multicultural yang nantinya mudah-mudahan bermanfaat.

1
1.2   Rumusan Masalah
  1. Apakah  pengertian pendidikan multikultural ?
  2. Bagaimanakah paradigma pendidikan multikultural ?
  3. Bagaimanakah pendekatan pendidikan multikultural ?
  4. Bagaimana pendidikan berbasis multikultural ?
5.      Bagaimana wacana pendidikan multikultural di Indonesia ?




1.3   Tujuan Penulisan
Pembaca dapat mengambil beberapa tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu :
  1. Untuk mengetahui bagaimana pengertian pendidikan multikultural ?
  2. Untuk mengetahui paradigma pendidikan multicultural di indonesia  ?
  3. Untuk mengetahui pendekatan pendidikan multicultural di indonesia ?
  4. Untuk mengetahui perkembanagan pendidikan berbasis multikultural ?
  5. Untuk mengetahui sejauh mana wacana pendidikan multikultural di Indonesia ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural adalah sebuah tawaran model pendidikan yang mengusung ideologi yang memahami, menghormati, dan menghargai harkat dan martabat manusia di manapun dia berada dan dari manapun datangnya (secara ekonomi, sosial, budaya, etnis, bahasa, keyakinan, atau agama, dan negara). Pendidikan multikultural secara inhern merupakan dambaan semua orang, lantaran keniscayaannya konsep “memanusiakan manusia”. Pasti manusia yang menyadari kemanusiaanya dia akan sangat membutuhkan pendidikan model pendidikan multikultural ini.

                Dengan melihat dan memperhatikan berbagai pengertian pendidikan multikultural, disimpulkan bahwa pendidikan multikultural adalah sebuah proses pengembangan yang tidak mengenal sekat-sekat dalam interaksi manusia. Sebagai wahana pengembangan potensi, pendidikan multikultural adalah pendidikan yang menghargai heterogenitas dan pluralitas, pendidikan yang menjunjung tinggi nilai kebudayaan, etnis, suku, dan agama.

2.2 Paradigma Pendidikan Multikultural
Indonesia adalah bangsa yang masyarakatnya sangat majemuk atau pluralis. Kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu horizontal dan vertikal. Dalam perspektif horizontal, kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari perbedaan agama, etnis, bahasa daerah, geografis, pakaian, makanan dan budayanya. Sementara, dalam perspektif vertikal, kemajemukaan bangsa Indonesia dapat dilihat dari perbedaan tingkat pendidikan, ekonomi, pemukiman, pekerjaan dan tingkat sosial budaya.

Kemajemukan adalah ciri khas bangsa Indonesia. Seperti diketahui Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau terbesar di dunia, yang mencapai 17.667 pulau besar dan kecil. Dengan jumlah pulau sebanyak itu maka wajarlah jika kemajemukan masyarakat di Indonesia merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa dielakkan. Pada satu sisi, kemajemukan masyarakat memberikan side effect (dampak) secara positif. Namun, pada sisi lain, ia juga menimbulkan dampak negatif, karena faktor kemajemukan itulah terkadang sering menimbulkan konflik antarkelompok masyarakat. Pada akhirnya, konflik-konflik antar kelompok masyarakat tersebut akan melahirkan distabilitas keamanan, sosio-ekonomi, dan ketidakharmonisan sosial.

Oleh karena itu, diperlukan suatu paradigma baru yang lebih toleran, yaitu paradigma pendidikan multikultural. Pendidikan berparadigma multikulturalisme tersebut penting, sebab akan mengarahkan anak didik untuk bersikap dan berpandangan toleran dan inklusif terhadap realitas masyarakat yang beragam, baik dalam hal budaya, suku, ras, etnis maupun agama.

Pendidikan multikulturalisme biasanya mempunyai ciri-ciri:
a)   Tujuannya membentuk manusia budaya dan menciptakan masyarakat berbudaya.
b)  Materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan nilai-  nilai kelompok etnis (kultural).
c)   Metodenya demokratis yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis.
d)  Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya.


4
Menurut M. Khoirul Muqtafa (2004), paradigma multikultural yang marak didengungkan sebagai langkah alternatif dalam rangka mengelola masyarakat multikultur seperti di Indonesia tampaknya menjadi wacana belaka. Gagasan ini belum mampu dilaksanakan, baik oleh masyarakat maupun pemerintah dalam tindakan praksis.

Dalam melaksanakan pendidikan multikultural ini mesti dikembangkan prinsip solidaritas. Yakni, kesiapan untuk berjuang dan bergabung dalam perlawanan demi pengakuan perbedaan yang lain dan bukan demi dirinya sendiri. Solidaritas menuntut agar masyarakat melupakan upaya-upaya penguatan identitas, melainkan menuntut agar berjuang demi dan bersama yang lain. Dengan berlaku demikian, kehidupan multikultural yang dilandasi kesadaran akan eksistensi diri tanpa merendahkan yang lain diharapkan segera terwujud.

5
2.3 Pendekatan Pendidikan Multikultural
     Metode dan Pendekatan Pendidikan Multikultural
Sebagai sebuah konsep yang harus dituangkan ke dalam sistem kurikulum, biasanya pendidikan multikultural secara umum digunakan metode dan pendekatan (method and approaches) yang beragam. Adapun metode yang dapat digunakan dalam pendidikan multikultural adalah sebagai berikut:
1. Metode Kontribusi
Dalam penerapan metode ini pembelajar diajak berpartisipasi dalam memahami dan mengapresiasi kultur lain. Metode ini antara lain dengan menyertakan pembelajar memilih buku bacaan bersama, melakukan aktivitas bersama. Mengapresiasikan even-even bidang keagamaan maupun kebudayaan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Pebelajar bisa melibatkan pembelajar didalam pelajaran atau pengalaman yang berkaitan dengan peristiwa ini. Namun perhatian yang sedikit juga diberikan kepada kelompok-kelompok etnik baik sebelum dan sesudah event atau signifikan budaya dan sejarah peristiwa bisa dieksplorasi secara mendalam.
Namun metode ini memiliki banyak keterbatasan karena bersifat individual dan perayaan terlihat sebagai sebuah tambahan yang kenyataannya tidak penting pada wilayah subjek inti.
2. Metode Pengayaan
Materi pendidikan, konsep, tema dan perspektif bisa ditambahkan dalam kurikulum tanpa harus mengubah struktur aslinya. Metode ini memperkaya kurikulum dengan literatur dari atau tentang masyarakat yang berbeda kultur atau agamanya. Penerapan metode ini, misalnya adalah dengan mengajak pembelajar untuk menilai atau menguji dan kemudian mengapresiasikan cara pandang masyarakat tetapi pembelajar tidak mengubah pemahamannya tentang hal itu, seperti pernikahan, dan lain-lain.
Metode ini juga menghadapi problem sama halnya metode kontributif, yakni materi yang dikaji biasanya selalu berdasarkan pada perspektif sejarahwan yang mainstream. Peristiwa, konsep, gagasan dan isu disuguhkan dari perspektif yang dominan.
3. Metode Transformatif
Metode ini secara fundamental berbeda dengan dua metode sebelumnya. Metode ini memungkinkan pembelajar melihat konsep-konsep dari sejumlah perspektif budaya, etnik dan agama secara kritis. Metode ini memerlukan pemasukan perspektif-perspektif, kerangka-
6
kerangka referensi dan gagasan-gagasan yang akan memperluas pemahaman pembelajar tentang sebuah ide.
Metode ini dapat mengubah struktur kurikulum, dan memberanikan pembelajar untuk memahami isu dan persoalan dari beberapa perspektif etnik dan agama tertentu. Misalnya, membahas konsep “makanan halal” dari agama atau kebudayaan tertentu yang berpotensi menimbulkan konflik dalam masyarakat. Metodeini menuntut pembelajar mengolah pemikiran kritis dan menjadikan prinsip kebhinekaan sebagai premis dasarnya.
4. Metode Pembuatan Keputusan dan Aksi Sosial
Metode ini mengintegrasikan metode transformasi dengan aktivitas nyata dimasyarakat, yang pada gilirannya bisa merangsang terjadinya perubahan sosial. Pembelajar tidak hanya dituntut untuk memahami dan membahas isu-isu sosial, tapi juga melakukan sesuatu yang penting berkaitan dengan hal itu.
Metode ini memerlukan pembelajar tidak hanya mengeksplorasi dan memahami dinamika ketertindasan tetapi juga berkomitmen untuk membuat keputusan dan mengubah sistem melalui aksi sosial. Tujuan utama metode ini adalah untuk mengajarkan pembelajar berpikir dan kemampuan mengambil keputusan untuk memberdayakan mereka dan membantu mereka mendaptkan sense kesadaran dan kemujaraban berpolitik.
Pendekatan-pendekatan yang mungkin bisa dilakukan di dalam pendidikan kultural adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan Historis
Pendekatan ini mengandaikan bahwa materi yang diajarkan kepada pembelajar dengan menengok kembali ke belakang. Maksudnya agar pebelajar dan pembelajar mempunyai kerangka berpikir yang komplit sampai ke belakang untuk kemudian mereflesikan untuk masa sekarang atau mendatang. Dengan demikian materi yang diajarkan bisa ditinjau secara kritis dan dinamis.
2. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini mengandaikan terjadinya proses kontekstualisasi atas apa yang pernah terjadi di masa sebelumnya atau datangnya di masa lampau.  Dengan pendekatan ini  materi yang diajarkan bisa menjadi aktual, bukan karena dibuat-buat tetapi karena senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman yang terjadi, dan tidak bersifat indoktrinisasi karena kerangka berpikir yang dibangun adalah kerangka berpikir kekinian.
7
Pendekatan ini bisa digabungkan dengan metode kedua, yakni metode pengayaan.
3. Pendekatan Kultural
Pendekatan ini menitikberatkan kepada otentisitas dan tradisi yang berkembang. Dengan pendekatan ini pembelajar bisa melihat mana tradisi yang otentik dan mana yang tidak. Secara otolatis pebelajar juga bisa mengetahui mana tradisi arab dan mana tradisi yang datang dari islam.
4. Pendekatan Psikologis
Pedekatan ini berusaha memperhatikan situasi psikologis perseorangan secara tersendiri dan mandiri. Artinya masing-masing pembelajar harus dilihat sebagai manusia mandiri dan unik dengan karakter dan kemampuan yang dimilikinya. Pendekatan ini menuntut seorang pebelajar harus cerdas dan pandai melihat kecenderungan pembelajar sehingga ia bisa mengetahui metode-metode mana saja yang cocok untuk pembelajar.
5. Pendekatan Estetik
Pendekatan estetik pada dasarnya mengajarkan pembelajar untuk berlaku sopan dan santun, damai, ramah, dan mencintai keindahan. Sebab segala materi kalau hanya didekati secara doktrinal dan menekan adanya otoritas-otoritas kebenaran maka pembelajar akan cenderung bersikap kasar. Sehingga mereka memerlukan pendekatan ini untuk mengapresiasikan segala gejala yang terjadi di masyarakat dengan melihatnya sebagai bagian dari dinamika kehidupan yang bernilai seni dan estetis.
6. Pendekatan Berprespektif Gender
Pendekatan ini mecoba memberikan  penyadaran kepada pembelajar untuk tidak membedakan jenis kelamin karena sebenarnya jenis kelamin bukanlah hal yang menghalangi seseorang untuk mencapai kesuksesan. Dengan pendekatan ini, segala bentuk konstruksi sosial yang ada di sekolah yang menyatakan bahwa perempuan berada di bawah laki-laki bisa dihilangkan.
Keenam pendekatan ini sangat memungkinkan bagi terciptanya kesadaran multikultural di dalam pendidikan dan kebudayaan. Dan tentu saja, tidak menutup kemungkinan berbagai pendekatan yang lainnya, selain enam yang disebutkan tadi di atas, sangat mungkin untuk diterapkan.



8
2.4 Pendidikan Berbasis multikultural
      Multikulturalisme adalah sistem keyakinan dan perilaku yang mengakui dan menghormati kehadiran semua kelompok yang beragam dalam suatu organisasi atau masyarakat, mengakui sosial-budaya mereka yang berbeda, dan mendorong dan memungkinkan kontribusi melanjutkan mereka dalam konteks budaya inklusif yang memberdayakan semua dalam organisasi atau masyarakat.
Pembelajaran multikultural adalah kebijakan dalam praktik pendidikan dalam mengakui, menerima dan menegaskan perbedaan dan persamaan manusia yang dikaitkan dengan gender, ras, dan kelas (Sleeter and Grant, 1988). Pendidikan multikultural adalah suatu sikap dalam memandang keunikan manusia dengan tanpa membedakan ras, budaya, jenis kelamin, seks, kondisi jasmaniah atau status ekonomi seseorang (Skeel, 1995). Pendidikan multikultural (multicultural education) merupakan strategi pendidikan yang memanfaatkan keberagaman latar belakang kebudayaan dari para peserta didik sebagai salah satu kekuatan untuk membentuk sikap multikultural. Strategi ini sangat bermanfaat, sekurang-kurangnya bagi sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat membentuk pemahaman bersama atas konsep kebudayaan, perbedaan budaya, keseimbangan, dan demokrasi dalam arti yang luas (Liliweri, 2005). Pendidikan multikultural didefinisikan sebagai sebuah kebijakan sosial yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemeliharaan budaya dan saling memiliki rasa hormat antara seluruh kelompok budaya di dalam masyarakat. Pembelajaran multikultural pada dasarnya merupakan program pendidikan bangsa agar komunitas multikultural dapat berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang ideal bagi bangsanya (Banks, 1993).
Dalam konteks yang luas, pendidikan multikultural mencoba membantu menyatukan bangsa secara demokratis, dengan menekankan pada perspektif pluralitas masyarakat di berbagai bangsa, etnik, kelompok budaya yang berbeda. Dengan demikian sekolah dikondisikan untuk mencerminkan praktik dari nilai-nilai demokrasi. Kurikulum menampakkan aneka kelompok budaya yang berbeda dalam masyarakat, bahasa, dan dialek, dimana para pelajar lebih baik berbicara tentang rasa hormat di antara mereka dan menunjung tinggi nilai-nilai kerjasama, dari pada membicarakan persaingan dan prasangka di antara sejumlah pelajar yang berbeda dalam hal ras, etnik, budaya dan kelompok status sosialnya.
Pembelajaran berbasis multikultural didasarkan pada gagasan filosofis tentang kebebasan, keadilan, kesederajatan dan perlindungan terhadap hak-hak manusia. Hakekat pendidikan multikultural mempersiapkan seluruh siswa untuk bekerja secara aktif menuju kesamaan struktur dalam organisasi dan lembaga sekolah. Pendidikan multikultural bukanlah kebijakan
9
yang mengarah pada pelembagaan pendidikan dan pengajaran inklusif dan pengajaran oleh propaganda pluralisme lewat kurikulum yang berperan bagi kompetisi budaya individual.
Pembelajaran berbasis multikultural berusaha memberdayakan siswa untuk mengembangkan rasa hormat kepada orang yang berbeda budaya, memberi kesempatan untuk bekerja bersama dengan orang atau kelompok orang yang berbeda etnis atau rasnya secara langsung. Pendidikan multikultural juga membantu siswa untuk mengakui ketepatan dari pandangan-pandangan budaya yang beragam, membantu siswa dalam mengembangkan kebanggaan terhadap warisan budaya mereka, menyadarkan siswa bahwa konflik nilai sering menjadi penyebab konflik antar kelompok masyarakat (Savage & Armstrong, 1996). Pendidikan multikultural diselenggarakan dalam upaya mengembangkan kemampuan siswa dalam memandang kehidupan dari berbagai perspektif budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap positif terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis (Farris & Cooper, 1994).
Tujuan pendidikan dengan berbasis multikultural dapat diidentifikasi:
1. Untuk memfungsikan peranan sekolah dalam memandang keberadaan siswa yang beraneka ragam;
2. Untuk membantu siswa dalam membangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnik, dan kelompok keagamaan;
3. Memberikan ketahanan siswa dengan cara mengajar mereka dalam mengambil keputusan dan keterampilan sosialnya;
4. Untuk membantu peserta didik dalam membangun ketergantungan lintas budaya dan memberi gambaran positif kepada mereka mengenai perbedaan kelompok (Banks, dalam Skeel, 1995).
Di samping itu, pembelajaran berbasis multikultural dibangun atas dasar konsep pendidikan untuk kebebasan (Dickerson, 1993; Banks, 1994); yang bertujuan untuk:
1. Membantu siswa atau mahasiswa mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk berpartisipasi di dalam demokrasi dan kebebasan masyarakat;
Memajukan kebebasan, kecakapan, keterampilan terhadap lintas batas-batas etnik dan budaya untuk berpartisipasi dalam beberapa kelompok dan budaya orang lain.

10
2.5 Wacana Pendidikan Multikultural Di Indonesia
                Wacana pendidikan multikultural di Indonesia belum tuntas dikaji oleh berbagai kalangan, termasuk para pakar dan pemerhati pendidikan sekalipun. Di Indonesia pendidikan multikultural relatif baru dikenal sebagai suatu pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat indonesia yang heterogen, plural. Pendidikan multikultural yang di kembangkan di Indonesia sejalan dengan pengembangan demokrasi yang dijalankan sebagai counter terhadap kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah (otoda).

Menurut Azyumardi Azra pada level nasional,berakhirnya sentralisme kekuasaan yang pada masa Orde Baru memakssakan “monokulturalisme” yang nyaris seragam, memunculkan raksi balik, yang mengandung implikasi negatif bagi rekontruksi kebudayaan Indonesia yang multikultural.

Penambahan informasi tentang keragaman budaya merupakan model pendidikan multikultural yang mencakup revisi atau materi pembelajaran, termasuk revisi buku-buku teks. Pendidikan multikultural tidak sekedar merevisi materi pembelajaran, tetapi juga melakukan reformasi dalam sistem pembelajaran itu sendiri. Affirmative Action dalam seleksi siswa sampai rekrutmen tenaga pengajar di Amerika adalah salah satu strategi untuk membuat perbaikan ketimpangan struktur terhadap kelompok minoritas.

Pendidikan multikultural dapat mencakup tiga jenis transformasi:
a)      Transformasi diri.
b)      Transformasi sekolah dan proses belajar mengajar.
c)      Transformasi masyarakat.

Wacana pendidikan multikultural dimungkinkan akan terus berkembang seperti bola salju (snow ball) yang menggelinding semakin membesar dan ramai diperbincangkan. Dan yang lebih penting dan kita harapkan adalah, wacana pendidikan multikultural akan dapat diberlakukan dalam dunia pendidikan di negeri yang multikultural ini.
11
BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Dengan melihat dan memperhatikan berbagai pengertian konsep pendidikan multikultural, disimpulkan bahwa pendidikan multikultural adalah sebuah proses pengembangan yang tidak mengenal sekat-sekat dalam interaksi manusia. Sebagai wahana pengembangan potensi, pendidikan multikultural adalah pendidikan yang menghargai heterogenitas dan pluralitas, pendidikan yang menjunjung tinggi nilai kebudayaan, etnis, suku, dan agama.



3.2    Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan adalah dalam “Konsep Pendidikan Multikultural” tidak hanya di pelajari di kalangan mahasiswa saja akan tetapi semua kalangan masyarakat secara umum wajib mempelajari dan memahami konsep-konsep pendidikan multikultura yang ada.
12
DAFTAR PUSTAKA


Musa As’arie. 2004. Konsep pendidikan Multikultural
Sutarno. 2007. Pengetian pendidikan Multikultural
Safnowandi, S.Pd., M.Pd. pendidikan berbasis multikultural, Jakarta ; sinar Grafika, 2000
Google. Browsing search ; Paradigma Pendidikan multicultural, Pendekatan Pendidikan Multikultural, Wacana Pendidikan Multikultural Di Indonesia, 20013

0 komentar:

Posting Komentar