“Saya tidak takut mati, karena
Tuhan bersama saya!” pesan terakhir yang disampaikan Rudi Hartono Seran (34),
pahlawan Pemilu 2014. Pesan ini disampaikan sebagai upaya terakhirnya dalam
memerangi “politik uang.”
Proses
hukum kasus meninggalnya Rudi Hartono Seran (34), Petugas Pengawas Pemilu Lapangan
(PPL) Desa Pelaik Keruap, Kecamatan Menukung, Kabupaten Melawi, Provinsi
Kalimantan Barat jalan di tempat. Sampai saat ini, setelah hampir satu bulan
almarhum meninggal dunia, pihak keluarga belum juga mendapatkan kejelasan
terkait penyebab pasti kematian almarhum. Pihak keluarga justru dibingungkan
dengan proses birokrasi yang dinilai berbelit-belit dan malah memperlambat
proses penyelidikan.
Pihak
keluarga telah melaporkan kasus ini sejak sehari pasca pemakaman jenazah
almarhum, yaitu pada tangga 14 April 2014. Saat itu keluarga almarhum melapor
ke Polsek Menukung, namun pihak terkait mengaku tidak sanggup dan meilimpahkan
kasus ini ke Polres Melawi. Polsek Menukung kemudian menyarankan pihak keluarga
untuk langsung melapor ke Polres Melawi.
Berdasarkan
instruksi dari Polsek Menukung, pada tanggal 15 April 2014 pihak keluarga
almarhum melapor ke Polres Melawi, tetapi tidak mendapatkan pelayanan karena
Kapolres sedang tidak berada di tempat. Saat itu Kapolres sedang mengikuti
rapat koordinasi terkait pengamanan hasil Pemilu dan oleh petugas jaga, pihak
keluarga almarhum diminta untuk melapor kembali pada esok hari.
Keesokan
harinya, pada tanggal 16 April 2014 pihak keluarga kembali mendatangi Polres
Melawi. Saat itu pihak penyidik langsung mengintrogasi Maria Goreti (34) istri
almarhum dengan didampingi Apu kakak kandung istri almarhum. Proses introgasi
tidak berlangsung lama dan Kapolres berjanji akan mengusut tuntas kasus ini.
Namun, Kapolres meminta jeda waktu hingga satu minggu untuk melanjutkan proses
penyelidikan, karena beliau harus merayakan paskah.
Satu
minggu kemudian, pihak Polres mengutus beberapa penyidik untuk meninjau tempat
kejadian perkara (TKP). Langkah yang dinilai terlambat oleh pihak almarhum
mengingat almarhum sudah hampir tiga minggu dikebumikan. Bahkan bercak darah
almarhum pun sudah tidak terlihat lagi di Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Tanggal
28 April 2014, istri almarhum didampingi pihak keluarga diminta kembali
mendatangi Polres Melawi. Istri almarhum pun diintrogasi kembali oleh pihak
penyidik. Setelah proses introgasi selesai, istri almarhum kemudian diminta
untuk menimbang kembali apakah akan terus melanjutkan kasus ini atau tidak.
Istri almarhum dengan tegas menyatakan bahwa kasus ini harus terus diusut
sampai diketahui penyebab pasti kematian almarhum.
Pernyataan
mengejutkan dari Kapolres Melawi Kalimantan Barat
Di
tengah penantian keluarga almarhum akan kepastian hukum, pernyataan mengejutkan
justru disampaikan oleh Kapolres Melawi Kalimantan Barat AKBP Nowo Winarti
kepada salah satu media massa (Tribunpontianak.co.id). Dalam berita yang
diterbitkan Tribunpontianak tersebut beliau memastikan bahwa Pengawas Pemilu
Lapangan (PPL) Desa Pelaik Keruap, Kecamatan Menukung, Rudi Hartono Seran (34)
meninggal dunia akibat bunuh diri. Lebih lanjut beliau menyatakan bahwa
kepastian tersebut diperoleh setelah melakukan penyelidikan dan meminta
keterangan dari sejumlah saksi.
Pernyataan
yang dikeluarkan oleh Kapolres wanita pertama Kalimantan Barat tersebut tidak
bisa diterima oleh istri almarhum, karena selain pihak keluarga belum
mendapatkan putusan hasil penyelidikan, keterangan yang disampaikan pun tidak
sesuai dengan fakta di lapangan. Istri almarhum sebagai saksi kunci dalam kasus
ini sangat keberatan terhadap pernyataan Kapolres yang dinilai prematur dan
memutarbalikkan fakta. Kapolres memeberikan keterangan menurut versinya sendiri
dan tidak merujuk pada keterangan para saksi, termasuk keterangannya sebagai
orang yang tahu persis kronologis peristiwa di tempat kejadian. Berikut kutipan
pernyataan Kapolres Melawi AKBP Nowo Winarti yang dinilai tidak benar oleh
istri almarhum.
"Yang mengetahui pertama kali
itu istrinya, saat itu almarhum masuk ke dalam kamar mandi dengan membawa pisau
peraut bambu yang panjangnya hampir setengah meter. Agak lama, kemudian Maria
mendengar suara mengerang, dari dalam kamar mandi. Mendengar suara gerangan
tersebut, Maria menaruh curiga, dia kemudian memanggil suaminya Rudi Hartono.
Namun tidak ada jawaban dari almarhum. Akhirnya Maria memutuskan untuk
mendobrak kamar mandi. Setelah masuk ternyata dia melihat suaminya sudah
tergeletak dengan luka di dada. Kemudian Maria membawa suaminya ke dalam kamar
dan dia teriak-teriak minta tolong kepada tetangganya" kata AKBP Nowo
Winarti (Tribunpontianak.co.id, Melawi Kamis, 1 Mei 2014 15:09 WIB).
Keterangan
tersebut sangat kontras dengan apa yang disampaikan oleh Maria Goreti (34)
istri almarhum. Semua pernyataan yang disampaikan tersebut menurutnya, sangat
tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Fakta pertama yang dibelokkan adalah
fakta bahwa istri almarhum tidak berada di rumah pada saat peristiwa terjadi,
karena pada saat kejadian istri almarhum sedang keluar untuk mencari anak
pertama mereka yang sedang bermain bersama teman-temannya.
Menurut
istri almarhum, beberapa saat sebelum kejadian suaminya Rudi Hartono Seran (34)
memang tampak uring-uringan, gelisah, dan terlihat sangat khawatir, tingkah lakunya
tidak seperti biasa. Istri almarhum sempat menanyakan apa yang sedang
dipikirkan oleh almarhum sehingga membuatnya begitu gelisah, namun almarhum
tidak memberikan jawaban apapun.
Beberapa
saat kemudian, istri almarhum pergi keluar rumah untuk mencari anak pertama
mereka yang sedang bermain bersama teman-temannya. Sementara almarhum hanya
berbaring di ruang tamu (rumah mertuanya) bersama Si Bungsu Imanuel Andika
Seran yang baru berusia lima bulan. Selang waktu sekitar lima belas menit,
istri almarhum kembali ke rumah. Dilihatnya almarhum sudah tidak berada di
ruang tamu.
Sang
istri kemudian mencari almarhum, karena membutuhkan kunci rumah yang sejak pagi
dibawa oleh alamarhum. Istri almarhum meminta kunci rumah karena hendak
mengecek rumah mereka yang berada di seberang desa sembari memberi umpan ternak
lele dan ayam kampung yang mereka miliki. Semenjak menjadi petugas PPL,
almarhum memang jarang memperhatikan peternakan mereka karena disibukkan dengan
urusan Pileg.
Istri
almarhum memanggil almarhum berkali-kali, namun tidak ada jawaban. Dilihatnya
pintu kamar mandi yang berada terpisah dari rumah dalam keadaan tertutup. Ia
kemudian menggedor pintu kamar mandi, tetapi tidak dibuka. Penasaran, istri
almarhum pun mengintip melalui lubang kecil yang ada di pintu kamar mandi. Saat
itu, ia tidak melihat almarhum di atas kloset kamar mandi. Untuk memastikan
bahwa almarhum berada di dalam, ia kemudian naik ke atas meja dapur untuk
melihat ke dalam kamar mandi. Naas, ketika itu ia melihat almarhum sudah dalam
keadaan terkapar di samping kloset. Istri almarhum kemudian turun dari meja
dapur dan mendobrak pintu kamar mandi untuk memastikan apa yang dilihatnya.
Setelah pintu terbuka, ia melihat almarhum sudah dalam keadaan tak berdaya dan
bersimbah darah karena ditusuk benda tajam.
Berdasarkan
pengamatan penulis di Tempat Kejadian Perkara, pintu kamar mandi tersebut
sebenarnya tidak memiliki kunci permanen. Untuk menutup pintu kamar mandi
pemilik hanya menggunakan kawat yang diikatkan pada pintu kemudian dikaitkan
pada sebuah paku, sehingga sangat memungkinkan bagi siapa saja masuk ke dalam
kamar mandi tersebut. Kata “mendobrak” yang digunakan istri almarhum pun
sebenarnya tidak relevan, karena cukup dengan sedikit dorongan saja pintu kamar
mandi sudah bisa dibuka. Namun, pada saat kejadian pintu kamar mandi sulit
dibuka karena terhalang kaki almarhum yang sudah terbujur kaku dan tepat
mengarah ke pintu.
Fakta
kedua yang dibelokkan adalah fakta bahwa yang mengangkat almarhum dari kamar
mandi menuju ruang tamu bukanlah istri almarhum melainkan warga sekitar. Pada
saat itu istri almarhum tidak sanggup melihat keadaan yang menimpa suaminya, ia
kemudian lari dan meminta bantuan dari warga sekitar. Warga sekitarlah yang
mengangkat almarhum dari kamar mandi menuju ruang tamu, bukan istri almarhum
seperti yang diungkapkan oleh Kapolres AKBP Nowo Winarti.
Pisau
yang digunakan untuk menusuk almarhum pun pada saat itu tidak menancap di tubuh
almarhum. Menurut keterangan beberapa saksi di tempat kejadian, pisau tersebut
ditemukan di pekarangan rumah. Logikanya, jika almarhum menusuk dirinya
sendiri, pisau yang digunakan pastilah tetap menancap di dada almarhum, tetapi
fakta di lapangan menunjukkan kemungkinan lain. Sayangnya, fakta ini sama
sekali tidak menarik perhatian pihak penyidik, sehingga simpulan bahwa almarhum
meninggal karena bunuh diri begitu cepat diputuskan dan disebar ke masyarakat.
Pernyataan
tentang status kematian almarhum yang dikeluarkan oleh Kapolres Melawi hanya
merujuk pada keterangan yang disampaikan oleh istri almarhum pada tanggal 28
April 2014 dan pada tanggal 1 Mei 2014 kepastian mengenai status kematian
almarhum dipublikasikan, tanpa sepengetahuan istri dan pihak keluarga almarhum,
padahal pada tanggal 2 Mei 2014 istri almarhum masih dimintai keterangan di
Polres. Menjadi layak dipertanyakan, mengapa pihak Kepolisian Resort Melawi
tidak memberitahukan hasil penyelidikan atau status kematian almarhum kepada
pihak keluarga pada tanggal 2 Mei 2014 tersebut, padahal pada hari itu istri
alamarhum datang ke Polres untuk memberikan keterangan? Pihak Kapolres justru
lebih mendahulukan kepentingan wartawan tribun?
Kejanggalan-kejanggalan
yang menyesatkan
Sejak
awal, kasus ini memang menimbulkan banyak tanda tanya, khususnya bagi pihak
keluarga almarhum, seperti yang telah penulis kemukakan dalam artikel
sebelumnya berjudul “Tumbal” Politik Uang. Kalau pada artikel sebelumnya
kejanggalan banyak terjadi pada sebelum dan sesudah proses pemungutan suara,
kali ini kejanggalan ada pada pihak kepolisian dan media massa
(Tribunpontianak) yang diduga punya kepentingan dan mendompleng kasus ini.
Kejanggalan-kejanggalan tersebut mengindikasikan bahwa memang ada konspirasi
politik antara pihak-pihak terkait untuk tidak membuat kasus ini
berkepanjangan.
Kejanggalan
pertama, munculnya pernyataan sepihak dari Kepolisian Resort Melawi tentang
status kematian alamarhum yang dikatakan bunuh diri. Padahal sampai saat ini,
pihak almarhum belum menerima putusan apa pun terkait hasil penyelidikan, namun
kepastian mengenai status kematian almarhum tiba-tiba muncul di media massa dan
disampaikan langsung oleh Kapolres Melawi AKBP Nowo Winarti. Sebagai masyarakat
biasa yang tidak terlalu paham masalah hukum, pihak keluarga tentu
mempertanyakan kebijakan tersebut. Apakah keputusan yang diambil Kapolres
Melawi sudah tepat?
Kejanggalan
kedua, pada saat kejadian rumah mertua almarhum (TKP) dalam keadaan kosong,
hanya ada almarhum dan anak bungsunya Imanuel Andika Seran. Istri almarhum pada
saat kejadian keluar rumah untuk mencari anak pertama mereka yang sedang
bermain di luar rumah. Namun, dalam keterangan yang diberikan Kapolres kepada
media, pada saat kejadian istri korban berada di rumah dan ia mengetahui
almarhum masuk ke kamar mandi dengan membawa sebilah pisau.
Kejanggalan
ketiga, yang membawa almarhum ke ruang tamu bukanlah istri almarhum melainkan
warga setempat, karena pada saat kejadian istri almarhum tidak sanggup melihat
keadaan yang menimpa suaminya dan kemudian berteriak meminta pertolongan kepada
warga sekitar. Namun, dalam keterangan Kapolres kepada media dikatakan bahwa
istri almarhumlah yang membawa almarhum ke ruang tamu.
Kejanggalan
berikutnya terjadi pada proses penyelidikan. Pihak Kepolisian Resort Melawi
terkesan hanya melakukan penyelidikan normatif pada kasus ini, artinya
penyelidikan yang dilakukan hanya formalitas dan tidak ada keseriusan untuk
mengungkap kasus ini agar menjadi terang benderang. Kalaupun pada akhirnya
almarhum dinyatakan meninggal karena bunuh diri, faktor-faktor yang menyebabkan
almarhum bunuh diri tentu harus diungkap oleh pihak penyidik, karena beliau
meninggal pada saat menjalankan tugas dan barang bukti yang ditinggalkan pun
cukup kuat untuk dikaitkan dengan pelanggaran Pemilu.
Barang
bukti yang dikesampingkan
Rudi
Hartono Seran (34) meninggal dunia saat sedang menjalan tugas Negara sebagai
Pengawas Pemilu Lapangan (PPL). Ketika kejadian pun korban masih menggunakan
seragam PPL. Meskipun demikian, ada upaya dari pihak-pihak tertentu untuk tidak
mengaitkan kasus ini dengan proses Pemilu yang berlangsung. Padahal sangat
jelas bahwa korban meninggal dunia setelah mendapat tekanan dari pihak-pihak
tertentu yang tidak hanya mengancam keselamatannya tetapi juga keluarganya.
Dalam
kasus ini, pihak kepolisian sebenarnya sudah mengantongi beberapa barang bukti
yang dapat mempermudah proses penyelidikan. Barang bukti yang dimaksud berupa
buku harian, surat pernyataan tidak puas kepada KPPS yang ditulis tangan oleh
almarhum, sebilah pisau, seragam PPL yang digunakan almarhum saat kejadian,
serta tas dan topi KPU yang biasa digunakan almarhum saat bertugas.
Alat
bukti yang paling kuat dan diharapkan dapat mengungkap penyebab kematian
almarhum adalah buku harian almarhum, karena buku tersebut berisi temuan-temuan
pelanggaran selama beliau melaksanakan tugas. Daftar nama oknum yang pernah
mengancam dan akan memberi uang suap kepada alamarhum pun tertulis lengkap
dalam buku tersebut.
Istri
almarhum Maria Goreti (34), sangat mengharapkan agar beberapa alat bukti yang
berada di tangan kepolisian tersebut dapat membantu mengungkap kebenaran di
balik kasus ini. Buku harian tersebut diharapkan dapat menjadi batu loncatan
bagi aparat untuk menuntaskan kasus ini, semua nama oknum yang disebutkan dalam
buku tersebut harus diperiksa dan beberapa catatan pelanggaran Pemilu yang
dituliskan almarhum juga harus ditindaklanjuti.
Namun
kenyataannya, alat-alat bukti tersebut justru dikesampingkan oleh pihak
kepolisian Resort Melawi. Dari proses yang sudah dijalani selama hampir satu
bulan pasca kematian almarhum, pihak keluarga memandang bahwa Kepolisian Resort
Melawi seperti tidak sepenuh hati dalam memproses kasus ini. Ditambah lagi
dengan adanya pernyataan dangkal dari Kapolres di media massa yang menyatakan
bahwa almarhum meninggal karena bunuh diri, sementara proses penyelidikan belum
mencapai klimaks, yaitu sampai proses otopsi.
Meskipun
demikian, pihak keluarga almarhum masih menggantungkan harapan kepada pihak
kepolisian Resort Melawi untuk dapat mengungkap kasus ini agar terang
benderang, tanpa ada intervensi dari pihak manapun. Simpulan terhadap status
kematian almarhum harus melalui proses yang benar dan maksimal, jangan sampai
hanya berdasarkan perkiraan ataupun simpulan prematur, karena yang hilang
adalah nyawa manusia, bukan hewan. Jika memang untuk mengungkapkan kebenaran
harus melalui proses otopsi dan visum terhadap jenazah almarhum, lakukanlah,
demi terungkapnya kebenaran dan terpenuhinya rasa keadilan bagi almarhum dan
keluarganya. Sumber
#Artikel terkait