This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Berikan yang terbaik untuk hari ini
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Senin, 22 April 2013
II. Hukum Kekeluargaan
1. Perkawinan
Didalam KUHPer tidak dijelaskan definisi perkawinan, UU hanya mejelaskan tentang syarat syahnya suatu perkawinan apabilah telah memenuhi syarat yang ditetapkan dalam UU tersebut, sebagaimana diatu dalam pasal 26 KUHPer.
Definisi Perkawinan :
- Prof. Subekti : Perkawinan ialah pertalian antara seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk waktu yang lama
- Doktrin : Perkawinan ialah suatu persekutuan antara seorang pria dengan seorang wanita yang diakui sah oleh peraturan Negara yang bertujuan untuk menyelenggarakan hidup yang abadi.
- UU No. 1 Tahun 1974 :
Pasal 1 Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 1 (2) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.
KONSEPSI PERKAWINAN
Menurut KUHPer :
Pasal 26, sahnya perkawinan hanya dipandang dari perdatanya, artinya suatu perkaiwan adalah sah apabila telah memnuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam UU tanpa memperhatikan segi agama, biologis, dan motif-motif yang mendorong perkawinan itu. Dan KUHPer menganut asas monogami mutlak yaitu seorang suami hanya boleh mempunyai seorang isteri dalam waktu sama dan sebaliknya.
Menurut UU No. 1 Tahun 1974
Pasal 1 dan 2 konsepsi perkawinan ialah Perkawinan itu tidak hanya dilihat dari segi hubungan keperdataan saja, juga harus memperhatikan segi-segi lain yaitu segi agama yang memegang peranan penting, segi adapt-adat dan motif-motif yang mendorong perkawinan tersebut. UU. No. Tahun 1974 menganut asas Monogami tidak mutlak atau relative, artinya seorang suami dimungkinkan beristeri lebih dari satu dengan persyaratan-persyaratan tertentu
2. Syarat-syarat Perkawinan
Syarat Menurut KHUPer, dibedakan menjadi :
A. Syarat Materil
a. Syarat materil umum/pokok/absolute ekstrem
i. Adanya kata sepakat antara kedua calon sumai-isteri
ii. Batas usia
iii. Masing-masing pihak tidak dalam tempat terikat perkawinan
iv. Untuk seorang perempuan yang sudah pernah kawin, harus lewat 300 hari setelah perceraiannya.
v. Tidak ada larangan dalam UU untuk kedua belah pihak melangsungkan perkawinan tersebut.
vi. Bagi para pihak yang belum dewasa harus ada izin dari orang yang berhak memberikannya.
b. Syarat materil khusus/relative/intern
1. Tentang Larangan Kawin
i. Adanya hubungan keluarga yang erat menurut garis lurus keatas, kebawah dan menyampng
ii. Adanya hubungan keluarga sementara
iii. Dengan teman berzina
iv. Perkawinan ketiga kalinya, artinya diantara mereka sudah pernah membubarkan perkawinan dua kali
2. Tentang Izin Kawin
Izin diperlukan bagi anak yang belum cukup umur
B. Syarat Formil
1. Syarat Formil sebelum melangsungkan Perkawinan
i. Pihak-pihak yang akan melangsungkan perkawinan harus menyatakan niatnya kepada pegawai negeri sipil.
ii. Pengumuman oleh pegawai negeri sipil
iii. Perkawinan tidak boleh dilangsungkan sebelum 10 hari sesudah pengumuman dan paling lama 1 (satu) tahun setelah pengumuman.
2. Syarat Formil sesudah melangsungkan Perkawinan
Perkawinan tersebut harus dilangsungkan dihadapan pegawai catatan sipil dengan maksud :
i. Memberi sifat terbuka pada perkawinan tersebut
ii. Memberi kesempatan keda pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengadakan pencegahan perkawinan.
iii. Mencegah adanya perkawinan gelap, menjamin adanya perkawinan yang sah, mencegah perkawinan tergesa-gesa.
iv. Menjamin pejabat catatan sipil untuk tidak dengan mudah melangsungkan perkawinan.
Syarat Menurut UU No. 1 Tahun 1974
A. Syarat Materil
1. Syarat Materil Umum :
2. Syarat Materil Khusus :
B. Syarat Formil
Pencegahan Perkawinan
Baik KUHPer maupun UU No. 1 Tahun 1974 menganut system Imutatif dalam mengatur pencegahan perkawinan yaitu : Adanya pembatasan-pembatasan terhadap alasan-alasan yang dapat digunakan untuk mengajukan pencegahan.
Selanjutnya ada yang disebut dengan Pembatalan Perkawinan yaitu upaya hukum untuk membatalkan perkawinan yang telah dilaksanakan karena bertentangan dengan aturan Per UUan Perkawinan, Ex : Tidak memenuhi syarat meteril dan formil.
Adapun alasan untuk menuntut pembatalan :
Menurut KUHPer :
- Adanya bigamy
- Tidak ada persetujuan bebas
- Melanggar batas usia
- Pelanggaran pasal 33 KUHPer
Menurut UU No. 1 Tahun 1974
- Pelanggaran terhadap pasal 6, 7, 8, 10, 11
- Masih ada perkawinan meskipun tidak menggunakan pasal 3 ayat 2 dan pasal 4 UU Perkawinan.
- Terjadinya salah sangka terhadap suami/isteri
Orang-orang yang berhak menuntut :
- Keluarga dalam garis lurus keatas dari suami atau isteri
- Suami atau Isteri
- Pejabat yang berwenang
- Pejabat yang ditunjuk
- Orang yang masih terkait dirnya dengan salah satu pihak dari kedua suami-isteri.
Mengenai akibat pencegahan perkawinan dan pembatalan, bila ada pencegahan perkawinan maka selama pencegahan itu belum dicabut dari pengadilan maka perkawinan tidak dapat dilangsungkan.
Akibat Pembatalan Perkawinan :
- Anak yang dilahirkan tetap menjadi anak sah.
- Selam belum ada pembatalan, perkawinan tetap berlangsung (artinya belum ada putusan pengadilan)
- Pihak-pihak lain yang telah memperoleh hak-hak dengan itikad baik dengan suami-isteri dianggap sah.
Kamis, 10 September 2009
HUKUM PERORANGAN DAN HUKUM KEKELUARGAAN (BUKU I) BAGIAN I
- Orang (Pribadi Kodrati)
- Badan Hukum (Pribadi Hukum)
- Si anak dibenihkan pada saat adanya kepentingan si anak timbul
- Si anak harus hidup pada saat dilahirkan, arti hidup bahwa anak itu bernafas.
- Adanya kepentingan si anak yang menhendaki bahwa anak itu dianggap telah lahir.
- Orang-orang belum dewasa (dibawah umur). Dewasa menurut hukum adalah orang-orang yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun keatas atau yang telah/pernah kawin.
- Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan (curatele), antara lain :
- Wanita yang telah berseuami (golongan ini tidak berlaku di Indonesia berdasarkan SEMA RI No. 3 tahun 1963 yang kemudian dipertegas dengan UU No. 1 tahun 1974 sebagaimana diatur dalam pasal 34,35 dan 36)
- Usianya
- Kelamin
- Keturunan
- Kewarganegaraan
- Perkawinan
- Pengampuan
- Teori Fictie
- Teori Kekayaan
- Teori Organ
- Teori Milik Bersama
- Kalhiran
- Pengakuan anak yang lahir di luar perkawinan
- Perkawinan
- Perceraian
- Kematian
- Daftar Kelahiran
- Daftar Pemberitahuan Perkawinan
- Daftar Isian Nikah
- Daftar Perkawinan dan Perceraian
- Daftar Kematian
- Tempat kediaman sesungguhnya (umum) : tempat kediaman sehari-hari dalam melakukan wewenang perdata pada umumnya.
- Tempat kediaman yang dipilih atau khusus : tempat kediaman yang ditunjuk oleh salah satu pihak atau lebih dalam hubungannya melakkan perbuatan hukum tertentu. Ex : Jual beli, dapat dipilih sebagai tempat pembayaran di kantor Notaris.
- Tempa kediaman pegawai umum (pasal 20 BW) yaitu tempat pekerjaan atau tempat jabatan.
- Tempat tinggal orang yang meninggal dunia (pasal 23 BW) yaitu tempat tinggal terakhir seseorang didalam hidupnya, Tempat kediaman ini sangat penting, umpamanya dalam hubungan masalah pewarisan.
Kamis, 27 Agustus 2009
Hukum Perorangan dan Hukum Kekeluargaan (Buku I)
- Orang (Pribadi Kodrati)
- Badan Hukum (Pribadi Hukum)
- Si anak dibenihkan pada saat adanya kepentingan si anak timbul
- Si anak harus hidup pada saat dilahirkan, arti hidup bahwa anak itu bernafas.
- Adanya kepentingan si anak yang menhendaki bahwa anak itu dianggap telah lahir.
- Orang-orang belum dewasa (dibawah umur). Dewasa menurut hukum adalah orang-orang yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun keatas atau yang telah/pernah kawin.
- Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan (curatele), antara lain :
- Wanita yang telah berseuami (golongan ini tidak berlaku di Indonesia berdasarkan SEMA RI No. 3 tahun 1963 yang kemudian dipertegas dengan UU No. 1 tahun 1974 sebagaimana diatur dalam pasal 34,35 dan 36)
- Usianya
- Kelamin
- Keturunan
- Kewarganegaraan
- Perkawinan
- Pengampuan
- Teori Fictie
- Teori Kekayaan
- Teori Organ
- Teori Milik Bersama
Sistematika Hukum Perdata
Sistematika Hukum Perdata terdapat 2 (dua) versi antara lain
1. Sistematika menurut pembentuk undang-undang :
BUKU I
Berjudul Perihal Orang (van Personen) yang memuat Hukum Perorangan (Hukum Pribadi) dan Hukum Kekeluargaan.
BUKU II
Berjudul Perihal Benda (van Zaken) yang memuat Hukum Benda dan Hukum Waris.
BUKU II
Berjudul Perihal Perikatan (van Verbintenissen) yang memuat Hukum Harta Kekayaan yang berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
BUKU IV
Berjudul Pembuktian dan Daluwarsa atau Lewat Waktu (van Bewijs en Verjaring) yang memuat perihal alat pembuktian dan akibat lewat waktu terhadap hubungan hukum.
2. Sistematika menurut ilmu pengetahuan hukum (doktrin)
Hukum Perorangan (personenrecht) atau Hukum Pribadi
Mengatur tentang : kedudukan pribadi seseorang sebagai subjek hukum.
Hukum Keluarga (Familierecht)
Mengatur tentang : hubungan seseorang dengan sesorang lainnya karena perkawinan
Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht)
Mengatur tentang : hubungan-hubungan hukum yang dapat dimiliki dengan uang
Hukum Waris (Efrecht)
Mengatur tentang : pembagian dan cara-cara beralihnya harta peninggaln sesorang kepada ahli warisnya
Sabtu, 25 Juli 2009
Pembagian Hukum Perdata
I. Dilihat dari Pengertiannya, dibedakan menjadi :
a. Hukum Perdata Materiel :
Contoh :
b. Hukum Perdata Formil
Hukum Perdata Formil ialah keseluruhan ketentuan-ketentuan yang mengatur cara-cara bagaiman untuk mempertahankan dan menegakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dalam Hukum Perdata Materiel
Ex : Hukum Acara Perdata : HIR
Contoh :
II. Dilihat dari Bentuknya, dapat dibedakan :
a. Hukum Perdata dalam arti luas :
Artinya apabila terjadi pertentangan antara BW dengan WVK tentang suatu kasus tertentu, maka berlaku azas Lex Spesialis Derograt Lex Generalis, jadi dalam hal ini WVK dapat mengalihkan/mengesampingkan BW, artinya yang diberlakukan adalah ketentuan WVK tersebut.
b. Hukum Perdata dalam arti sempit
Contoh : UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan di Indonesia.
Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
I. Fase Pemerintahaan Hindia Belanda
Faktor Hukum Perdata di Indonesia bersifat Pluralistik disebabkan antara lain :
1. Faktor Etnis (Penduduk
2. Faktor Juridis
a. Faktor Etnis
Perbedaan penduduk Indonesia berdasarkan 163 I.S tibagi atas 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Golongan Eropa :
a. Orang Belanda
b. Orang Eropa Lainnya yang mempunya hukum kekeluargaan seazas dengan Belanda
c. Orang Jepang dengan maksud mempermudah perdagangan dengan Jepang pada saat itu
2. Golongan Timur Asing :
a. Tionghoa
b. India
c. Pakistan
3. Golongan Pribumi (Orang Indonesia asli / disebut dengan Bumiputra)
b. Faktor Juridis
Menurut Pasal 131 I.S. terdapat penggolongan/pengelompokan hukum dengan penundukan diri yang berbeda-beda berdarakan penggolongan penduduk yang diatur dalam pasal 163 I.S.
Pengelompokan hukum dengan penundukan diri golongan penduduk dibagi menjadi :
1. Hukum Barat
Hukum Barat berlaku bagi golongan Eropa yaitu hukum yang terdapat dalam BW dan WVK.
2. Bagi Golongan Timur Asing hukum yang berlaku adalah Stb. 1855 No. 79 dan Stb. 1917 No. 129 / Stb. 1855 No. 79 mengatur hukum yang berlaku bagi golongan timur non Tionghoa yaitu :
- Sebagai Hukum Barat yaitu mnyangkut Hukum Kekayaan dan Hukum Benda.
- Mengenai Hukum Kekeluargaan, Hukum Perorangan, Hukum Waris tunduk pada Hukum Adat Negara masing-masing. lebih lanjut diatur dalam Stb. 1924 No. 556 yang mengatur bahwa bagi mereka berlaku BW dan WVK terutama hukum Harta Kekayaan sedangkan Hukum Kekeluargaan, Hukum Pribadi dan Hukum Waris berlaku Hukum Adat Negara masing-masing.
a. Pasal-pasal mengenai catatan sipil tidak berlaku
BUku I dan IV bagian 2 dan 3 BW tentang upacara yang mendahului perkawinan tidak berlaku
Mengenai adopsi, berhubungan BW tidak mengenal adopsi maka untuk golongan Tionghoa dibentuk lembaga adopsi yang diatur dalam Stb. 1917 No. 129 yang kemudian diubah dengan Stb. 1924 No. 557.
II. Fase Jaman Jepang Pada Jaman Jepang hanya dikeluarkan satu Undang-undang yaitu UU No. 1 Tahun 1942 dalam pasal 3 dikatakan bahwa semua Badan-badan Pemerintah dan kekuasaannya serta hukum dan Undang-undang dari permerintah lama tetap berlaku sementara sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah militer Jepang, dengan demikian BW dan WVK tetap berlaku.
III. Fase Kemerdekaan RI Hukum Perdata yang berlaku saat ini didasarkan pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 : "Segala badan negara peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini" artinya ketentuan yang ada pada zaman Hindia Belanda, khususnya Hukum Perdata, masih berlaku di Indonesia, Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum (Rechtvacuum) di bidang keprdataan.
Bebrapa para ahli menyimpulkan yang dirangkum dari berbagai pendapat bahwa Dasar Hukum berlakunya Hukum Perdata adalah UUD 1945, Pancasila, Peraturan Perundang-undangan dan dibutuhkan, sepanjang ketentuan-ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan keempat hal tersebut.
Sejarah Umum Hukum Perdata
Kemudian Belanda menginginkan Kitab Undang–Undang Hukum Perdata tersendiri yang lepas dari kekuasaan Perancis. Maka berdasarkan pasal 100 Undang-Undang Dasar Negeri Belanda, tahun 1814 mulai disusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan rencana kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER. Sebelum selesai KEMPER meninggal dunia [1924] & usaha pembentukan kodifikasi dilanjutkan NICOLAI, Ketua Pengadilan Tinggi Belgia [pada waktu itu Belgia dan Belanda masih merupakan satu negara]. Keinginan Belanda tersebut direalisasikan dengan pembentukan dua kodifikasi yang bersifat nasional, yang diberi nama :
- Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda] – Dalam praktek kitab ini akan disingkat dengan KUHPdt.
- Wetboek van Koophandel disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang] - Dalam perkuliahan, kitab ini akan disingkat dengan KUHD.
Berdasarkan atas gabungan berbagai ketentuan tersebut, maka pada tahun 1838, kodifikasi Hukum Perdata Belanda ditetapkan dengan Stb. 1838, sepuluh tahun kemudian tepatnya pada tahun 1848 berdasarkan asa konkordansi, bahwa hukum yang berlaku di negri jajahan (Hindia Belanda) sama dengan ketentuan hukum yang berlaku di negeri Belanda yang ditetapkan dengan Stb. 1848, pada saat itulah Hukum Perdata Belanda mulai berlaku di Indonesia, yang hanya berlaku bagi orang-orang Eropa dan yang dipersamakan dengan mereka.
SISTEMATIKA HUKUM PERDATA MENURUT ILMU PENGETAHUAN
Posted: Januari 8, 2012 in tulisan Heri yang lainnya,,click this- Hukum Perorangan atau Badan Pribadi (personenrecht)
- Hukum Keluarga (familierecht)
- Hukum Harta Kekayaan (vermogenrecht)
- Hukum Waris(erfrecht)
- Hukum Publik Adalah hukum yang menitikberatkan kepada perlindungan hukum,yang diaturnya adalah hubungan antara negara dan masyarakat.
- Hukum Privat Adalah kumpulan hukum yang menitikberatkan pada kepentingan individu. Hukum Privat ini biasa disebut Hukum Perdata atau Hukum Sipil.
Selasa, 16 April 2013