Otonomi Daerah Menurut UU No 32 Tahun 2004
Berdasarkan
UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi Otonomi daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Mengacu pada definisi normatif dalam UU No 32
Tahun 2004, maka unsur otonomi daerah adalah :
1. Hak.
2. Wewenang.
3. Kewajiban
Daerah Otonom.
Ketiga
hal tersebut dimaksudkan untuk mengatur dan mengurus sendiri, urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Didalam UU NO 32 Tahun 2004 yang dimaksud hak dalam konteks
otonomi daerah adalah hak-hak daerah yang dijabarkan pada Pasal 21 Dalam
menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak: 1. Mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahannya. 2. Memilih pimpinan daerah. 3. Mengelola
aparatur daerah. 4. Mengelola kekayaan daerah. 5. Memungut pajak daerah dan
retribusi daerah. 6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya lainnya yang berada di daerah. 7. Mendapatkan sumber-sumber
pendapatan lain yang sah. 8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
Berkaitan
dengan wewenang dalam konteks otonomi daerah, maka daerah otonom, yaitu
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat (Pasal 1 angka 6 UU No
32 Tahun 2004) berhak mengurus urusan pemerintahanya, urusan pemerintahan yang
tertulis pada Pasal 12 UU No 32 Tahun 2004 memberikan panduan, yaitu: (1)
Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber
pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan
urusan yang didesentralisasikan. (2) Urusan pemerintahan yang dilimpahkan
kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang
didekonsentrasikan.
Selanjutnya
urusan yang berkaitan dengan otonomi daerah di daerah otonom didasarkan pada
asas desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 1 angka 7 UU No 32 Tahun 2004).
Urusan Pemerintahan ini ada yang diklasifikasi menjadi urusan wajib dan dalam
konstruksi UU No 32 Tahun 2004 ada urusan wajib berskala provinsi dan
berskala kabupaten, sebagaimana diatur pada Pasal 13.
(1)
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan
urusan dalam skala provinsi yang meliputi: a. perencanaan dan pengendalian
pembangunan. b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang. c. penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. d. penyediaan sarana dan prasarana
umum. e. penanganan bidang kesehatan. f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi
sumber daya manusia potensial. g. penanggulangan masalah sosial lintas
kabupaten/kota. h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota. i. fasilitasi
pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas
kabupaten/kota. j. pengendalian lingkungan hidup. k. pelayaran pertanahan
termasuk lintas kabupaten/kota. l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil. m
.pelayanan administrasi umum pemerintahan. n. pelayanan administrasi penanaman
modal termasuk lintas kabupaten/kota. o. penyelenggaraan pelayanan dasar
lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota. p. urusan wajib
lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
(2)
Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan
yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang
bersangkutan.
Selanjutnya
untuk urusan pemerintahan skala kabupaten Pasal 14. (1) Urusan wajib yang
menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan
yang berskala kabupaten/kota meliputi: a. perencanaan dan pengendalian
pembangunan. b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang. c. penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. d. penyediaan sarana dan prasarana
umum. e. penanganan bidang kesehatan. f. penyelenggaraan pendidikan. g.
penanggulangan masalah sosial. h. pelayanan bidang ketenagakerjaan. i. fasilitasi
pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah. j. pengendalian lingkungan
hidup. k. pelayanan pertanahan. l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil.
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan. n. pelayanan administrasi
penanaman modal. o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya. p. urusan wajib
lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Untuk
melaksanakan kewenangan wajib tersebut, maka daerah otonom dalam melaksanakan
otonomi daerah pada Pasal 22 yang menyatakan : Dalam menyelenggarakan otonomi,
daerah mempunyai kewajiban: a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan,
kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. c. mengembangkan
kehidupan demokrasi; d. mewujudkan keadilan dan pemerataan. e. meningkatkan
pelayanan dasar pendidikan. f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan. g. menyediakan
fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak. h. mengembangkan sistem jaminan
sosial. i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah. j. mengembangkan sumber
daya produktif di daerah. k. melestarikan lingkungan hidup. l. mengelola
administrasi kependudukan. m. melestarikan nilai sosial budaya. n. membentuk
dan menetapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya o. kewajiban
lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Kepemimpinan dan Pelaksanaan
Otonomi Daerah
Persoalan
kepemimpinan dan pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan peraturan
perundang-undangan, maka berkisar pada lima pilar tata kelola pemerintahan
daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, yaitu :
Pilar Pertama,
Demokrasi melalui PILKADA Kebijakan pemberlakuan otonomi membuat setiap
daerah memiliki kewenangan yang cukup besar dalam mengambil keputusan yang
dianggap sesuai. Terlebih dengan pemilihan kepala daerah secara langsung yang
diselenggarakan sejak tahun 2005 ini, membuat kepala daerah terpilih mendapat
legitimasi lebih kuat, dibanding saat dipilih oleh anggota DPRD. Tentunya
kepala daerah hasil pilkada langsung ini membuahkan harapan yang cukup besar
bagi masyarakat, yaitu kesejahteraan yang akan makin meningkat.
Pilar Kedua,
Sumber Daya Manusia (SDM), Karena pada dasarnya manusialah yang menjadi pelaku
dan penentu. SDM yang diperlukan Yaitu
SDM yang memiliki: moral yang baik (good morality), kemampuan kepemimpinan
(leadership), kemampuan manajerial (managerial skill), dan kemampuan teknis
(technical skill). Seorang kepala daerah perlu didukung oleh aparat yang
mempunyai empat kualifikasi tersebut, diberbagai level jabatan dan fungsinya.
Moral yang baik menjadi prasyarat utama. Karena tanpa moral yang baik, semua
kebijakan, sistem, program maupun kegiatan yang dirancang akan menjadi sia-sia.
Moral
yang baik akan menghasilkan sebuah pemerintahan yang bersih dari tindakan
korupsi, kolusi, dan nepotisme demi kepentingan pribadi atau golongan tertentu
saja. Namun moral yang baik belumlah cukup, harus diimbangi dengan kompetensi.
Yaitu kemampuan di bidang kepemimpinan, manajerial, dan teknis. Untuk mencapai
kompetensi yang diperlukan, tidak terlepas dari sistem kepegawaian yang
diterapkan. Model manajemen SDM berbasis kompetensi nampaknya menjadi
keniscayaan. Termasuk sistem kompensasi yang memadai harus menjadi perhatian.
Selain itu perlu didukung dengan perubahan paradigma, yaitu dari mental
penguasa menjadi pelayan masyarakat. Termasuk budaya kerja yang proaktif dan
cepat tanggap terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat.
Pilar Ketiga,
Kebijakan Maksudnya adalah berbagai konsep kebijakan yang berpihak kepada
kepentingan masyarakat luas. Secara formal, kebijakan tersebut akan dituangkan
dalam peraturan daerah (perda) maupun peraturan kepala daerah. Kepala daerah
antara lain harus memiliki konsep pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan,
konsep manajemen pemerintahan yang efektif dan efisien, konsep investasi yang
mengakomodir kepentingan pihak terkait, serta berbagai konsep kebijakan
lainnya. Hal ini sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2004 dan UU No. 32 Tahun 2004,
yang mengamanatkan kepala daerah untuk menyusun RPJMD (Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah), yang menjabarkan visi dan misinya selama lima tahun
masa pemerintahannya. Sehingga dengan demikian arah pembangunan sejak dilantik
hingga lima tahun ke depan sudah jelas. Salah satu indikator keberhasilan
pembangunan suatu daerah antara lain jika pemerintah dapat memenuhi 5 kebutuhan
dasar masyarakatnya, yaitu: pangan, sandang, papan (perumahan), pendidikan, dan
kesehatan.
Pilar Keempat,
Sistem Artinya pemerintahan harus berjalan berdasarkan sistem, bukan tergantung
pada figur. Sangat penting bagi kepala daerah untuk membangun sistem
pemerintahan yang kuat. Beberapa sistem yang harus dibangun agar pemerintahan
dapat berjalan secara baik antara lain: sistem perencanaan pembangunan, sistem
pengelolaan keuangan daerah, sistem kepegawaian, sistem pengelolaan aset
daerah, sistem pengambilan keputusan, sistem penyeleksian dan pemilihan
rekanan, sistem dan standar pelayanan, sistem pengawasan. Sistem yang dimaksud
di sini dapat bersifat manual maupun yang berbasis teknologi informasi.
Dukungan teknologi informasi menjadi sesuatu yang tidak dapat dielakkan jika pemerintahan
ingin berjalan lebih efisien dan efektif.
Pilar Kelima,
yaitu Investasi. Tidaklah mungkin suatu pemerintahan daerah hanya mengandalkan
dana dari APBD untuk membangun daerahnya. Karena bisa dikatakan, sebagian besar
daerah menggunakan rata-rata 2/3 dana APBD tersebut untuk membiayai
penyelenggaraan aparaturnya. Hanya sekitar 1/3 yang dapat dialokasikan untuk
pembangunan. Dibutuhkan dana ratusan milyar bahkan triliunan rupiah untuk
membangun infrastruktur, seperti pembangkit listrik, jalan tol, pelabuhan laut,
bandar udara, telekomunikasi, rumah sakit, hotel. Sedangkan infrastruktur
merupakan syarat agar sebuah daerah dapat berkembang. Contoh lain adalah dalam
rangka mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang dimiliki, juga memerlukan
dana yang tidak sedikit, yang tentunya tidak mungkin jika hanya mengandalkan
dana APBD saja. Dengan keterbatasan dana yang dimiliki tersebut, mau
tidak mau pemerintah daerah harus melibatkan pihak investor (dalam maupun luar
negeri) dalam membangun daerahnya. Kepala daerah harus dapat menciptakan iklim
yang kondusif agar para investor tertarik untuk menanamkan investasi di
daerahnya.
0 komentar:
Posting Komentar